2.1. Sejarah Lampung
Utara
Pada awal
masa kemerdekaan, berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 1945, Lampung
Utara merupakan wilayah administratif di bawah Karesidenan Lampung yang terbagi
atas beberapa kawedanan, kecamatan dan marga.
Pemerintahan marga dihapuskan dengan
Peraturan Residen 3 Desember 1952 Nomor
153/1952 dan dibentuklah “Negeri” yang menggantikan status marga dengan
pemberian hak otonomi sepenuhnya berkedudukan di bawah kecamatan. Dengan
terjadinya pemekaran beberapa kecamatan, terjadilah suatu negeri di bawah
beberapa kecamatan, sehingga dalam tugas pemerintahan sering terjadi benturan.
Status pemerintahan negeri dan kawedanan juga dihapuskan dengan berlakunya UU
RI Nomor 18 Tahun 1965.
Berdasarkan UU RI Nomor 4 (Darurat)
Tahun 1965, juncto UU RI Nomor 28 Tahun 1959, tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Selatan, terbentuklah Kabupaten Lampung Utara di bawah Provinsi Sumatera Selatan. Dengan terbentuknya Provinsi Lampung berdasarkan UU RI Nomor 14 Tahun 1964, maka Kabupaten
Lampung Utara masuk sebagai bagian dari Provinsi Lampung.
Kabupaten Lampung Utara telah
mengalami tiga kali pemekaran sehingga wilayah yang semula seluas 19.368,50 km²
kini tinggal 2.765,63 km². Pemekaran wilayah pertama terjadi dengan
terbentuknya Kabupaten Lampung Barat berdasarkan UU RI Nomor 6 Tahun 1991,
sehingga Wilayah Lampung Utara berkurang 6 kecamatan yaitu: Sumber Jaya, Balik Bukit, Belalau, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan dan Pesisir Utara.
Pemekaran kedua tejadi dengan
terbentuknya Kabupaten Tulang Bawang berdasarkan
UU RI Nomor 2 Tahun 1997. Wilayah Lampung Utara kembali mengalami pengurangan sebanyak 4 kecamatan
yaitu: Menggala, Mesuji, Tulang Bawang
Tengah dan Tulang Bawang Udik. Pemekaran
ketiga terjadi dengan terbentuknya Kabupaten Way Kanan berdasarkan
UURI Nomor 12 Tahun 1999. Lampung Utara kembali berkurang 6 kecamatan yaitu: Blambangan Umpu, Pakuan Ratu, Bahuga, Baradatu, Banjit dan Kasui. Kabupaten
Lampung Utara, saat ini tinggal 8 kecamatan yaitu: Kotabumi, Abung Selatan, Abung Timur, Abung Barat, Sungkai Selatan, Sungkai Utara, Tanjung Raja dan Bukit Kemuning.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor
20 Tahun 2000 jumlah kecamatan dimekarkan menjadi 16 kecamatan dengan mendefinitifkan 8
kecamatan pembantu yaitu : Kotabumi Utara, Kotabumi Selatan, Abung Semuli, Abung Surakarta, Abung Tengah, Abung Tinggi, Bunga Mayang dan Muara Sungkai. Sedangkan
hari kelahiran Kabupaten Lampung Utara Sikep ini, setelah melalui berbagai
kajian, disepakati jatuh tanggal 15 Juni 1946 dan ini disahkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002.
2.2 Sejarah
berdirinya Desa Sawojajar
Desa Sawojajar yang memiliki luas wilayah ±1960 Ha, awalnya menginduk
dengan Desa Wonomarto Kecamatan Kotabumi Utara, resmi menjadi Desa pada tahun
2002, membawahi delapan Dusun yakni :
- Dusun Sawojajar I
- Dusun Sawojajar II
- Dusun Sawojajar III
- Dusun Widorokandang
- Dusun Bumirejo
- DusunTanjungbulan
- Dusun Tanjungsari I
- Dusun Tanjungsari II
Dengan 32 RT (Rukun Tetangga) yang tersebar di Delapan Dusun tersebut dan
dihuni oleh 1459 KK (Kepala Keluarga), yang mayoritas penduduknya memiliki
penghasilan sebagai petani, peternakan dan industry rumah tangga. Desa
Sawojajar memiliki luas wilayah ±1960 Ha, berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ketapang Kecamatan Sungkai Selatan
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Madukoro
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bumiratu
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Wonomarto
Untuk jarak dari desa ke ibu kota kecamatan adalah 8 km. lama jarak tempuh
ke ibu kota kecamatan dengan kendaraan bermotor yaitu sekitar 45 jam, apa bila
dengan berjalan kaki dapat ditempuh selama 3jam. Sedangkan jarak dari desa ke
kabupaten atau kota yaitu 16 kilometer. Lalu jarak dari desa ke ibu kota
provinsi yaitu sekitar 184 km. lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan
kendaraan bermotor yaitu 12 jam, sedang lama waktu yang diperlukan dengan
berjalan kaki yaitu sekitar 24 jam.
Dalam perjalananya yang masih terbilang muda, Desa Sawojajar pernah
dipimpin oleh beberapa Kepala Desa, diantaranya :
- Rachmad Basuki Tahun 2002 sampai dengan Tahun 2004
- Sudirman Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008
- Mulyanto Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2013
- Heri Susanto Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2014 (Pjs)
- Yulinarsah, SH.MM. Tahun 2013 sampai dengan Sekarang (Pjs)
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Desa Sawojajar memiliki sumber
penerimaan Desa dari :
a) Pajak
Pajak yang dipungut dari masyarakat terdiri dari pajak bumi, dan pajak
usaha yang ada di Desa
Sawojajar.
b) Swadaya Masyarakat
Yang dimaksud dengan swadaya masyarakat ialah, penghasilan yang diambil
dari masyarakat secara sukarela, untuk kepentingan secara mendadak untuk
menunjang kelancaran pembangunan desa.
c) Dana Pembangunan Desa (DPD/k)
DPD/k bersumber dari pemerintah pusat, bersama pemerintah
Kabupaten
d) Dana Alokasi Desa
Dana ini bersumber dari APBD Kabupaten, yang dalam anggarannya
sendiri dapat berubah-ubah setiap tahunnya sesuai kebijakan
Pemerintah Kabupaten.
Berikut ini adalah potensi wilayah yang ada di Desa Sawojajar yang berhasil
dihimpun, berdasarkan luas wilayah berdasarkan penggunaan.
1. Luas
Pemukiman 380
ha/m2
2. Luas
Persawahan 252
ha/m2
3. Luas Perkebunan
1300 ha/m2
1) Perkebunan
Rakyat 400 ha/m2
2) Perkebunan Swasta
900 ha/m2
Potensi
Sumber daya Manusia
Jumlah
Jumlah laki-laki = 2.214 orang
Jumlah perempuan =
2.126 orang
Jumlah total = 4.340 orang
Jumlah kepala keluarga = 1.159 orang
Kepadatan penduduk =
100 per Km
Selain potensi tersebut diatas, tentunya Desa Sawojajar memiliki potensi
lain diantaranya, usaha industri rumah tangga, kerajinan dan usaha jual beli,
yang bila dikelola dengan baik dapat meningkatkan taraf ekonomi penduduknya,
dengan campur tangan swasta maupun Pemerintah Kabupaten melalui instansi
terkait dengan memberikan pelatihan terpadu kepada masyarakat Desa Sawojajar.
(KIMS)
3.1
Kesimpulan
Dari pemaparan isi makalah
diatas dengan sengaja penulis memperkenalkan daerah tempat asalnya sebagai
suatu desa yang memilki nilai sejarah. Sejarah lokal mengajarkan kita untuk
memahami sejarah tidak hanya nasional ataupun internasional tetapi juga kita
sebagai pelaku sejarah nantinya harus mengetahui sejarah tempat asal kita
sendiri sebagai suatu bentuk apresiasi kita terhadap sejarah dan daerah asal
kita.
Sejarah lokal mengajarkan
banyak hal bagi masiswa akan pentingnya memahami sejarah desa asal sebagai
sumber utama berdirinya sejarah nasional di Negeri ini. Sering terjadinya
kesalahan dalam penulisan sejarah nasional disebabkan dari kurangnya data atau
arsip sejarah-sejarah lokal atau desa.
Jadi dengan mempelajari
sejarah lokal sejak kini setidaknya mampu mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
pembuatan sejarah nasional, yang menyebab kan kekeliruan pandangan pada generas
yang akan dating terhadap daerah atau Negaranya sendiri dikarenakan sumber
penulisan sejarah hanya bersumber pada hasil pemikiran belaka.
DAFTAR PUSTAKA
Priyadi, Sugeng, 2012, Sejarah Lokal : Konsep, Metode dan tantangannya,
Yogyakarta. Penerbit Ombak
Pemerintahan kabupaten Lampung Tengah. 2007. Profil
Kelurahan Gunung Sugih Raya.
No comments:
Post a Comment