BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pertanian
adalah kegiataan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk
menghasikan bahan pangan, bahan baku indusri, atau sumber energi, serta untuk
mengeola lingkungan hidupnya. Tidak
perlu diragukan lagi bahwa indonesia adalah negara dengan potensi agraris yang
sempurna, memberikan ruang seluas-luasnya untuk memanfaatkan potensi pertanian
tersebut. Ketergantungan kita pada pertanian sangat tinggi sebab hampir seluruh
kegiatan perekonomian kita berpusat di sektor terbesar itu. Pengentasan
kemiskinan dan juga pencapaian ketahanan pangan merupakan sasaran tujuan
pembangunan maka tak pelak lagi bila pembangunan sektor pertanian merupakan
salah satu cara pencapaian tujuan tersebut.
Pembangunan sektor pertanian bukan suatu hal mudah.
Keberhasilan pencapaian sasaran peningkatan pembangunan sektor pertanian tidak
dapat di raih dengan kemauan di satu pihak saja, perlu kiranya ada kerja sama
dari berbagai kalangan yang berkecimpung langsung di bidang pertanian. Maka
dalam makalah ini dijelaskan kehidupan pertanian dan kebijakan-kebijakan
seputar pertanian di masa orde lama. Dimana di dalamnya terdapat beberapa
kebijakan yaitu kasimo plan dan Undang-undang pokok agraria.
I.2 Rumusan Masalah
a)
Bagaimanakah kehidupan pertanian pada masa orde lama?
b)
Apa saja kebijakan pertanian yang ada pada masa orde
lama?
c)
Bagaimana latar belakang adanya kasimo plan?
d)
Apa isi dari kasimo plan?
e)
Apa yang dimaksud dengan undang-undang pokok agraria?
f)
Apa yang dimaksud itu UU No.
22/1948 Tentang Otonomi Desa dan UU No. 19
Tahun 1965 Tentang Desapraja
I.3 Tujuan
a)
Untuk mengetahui bagaimana kehidupan pertanian dimasa
orde lama.
b)
Agar dapat mengetahui apa saja kebijakan pertanian dimasa
orde lama.
c)
Mengetahui bagaimana latar belakang adanya kasimo plan.
d)
Agar mengetahui apa isi dari kasimo plan.
e)
Mengetahui apa yang dimaksud dengan undang-undang pokok
agraria.
f)
Agar mengetahui apa yang dimaksud itu UU No. 22/1948 Tentang Otonomi Desa dan UU No. 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Pertanian
pada masa orde lama
Di
era orde lama, yakni ketika pemerintahan yang sah baru saja dibentuk dan bangsa
Indonesia masih mengalami problem belajar berdemokrasi, Pertanian di masa itu
praktis mengalami masa sulit seiring dengan ketidakstabilan situasi politik
yang masih euforia pasca 350 tahun masa kolonialis dengan sistem tanam paksa
dan 3,5 tahun kerja rodi. Di era serba terjepit, para pemimpin negeri ini
berkali-kali mencoba mengembangkan formula untuk menyelamatkan pertanian.
Departemen yang mengurusi bidang perikanan laut itu pun sudah ada sejak kabinet
pertama dibentuk. Melalui Kementrian Kemakmuran Rakyat yang dipimpin oleh
Menteri Mr. Sjafruddin Prawiranegara dibentuklah Jawatan Perikanan yang
mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Program swasembada beras
sesungguhnya pula sudah dicanangkan di era Soekarno, tepatnya selama periode
1952-1956. Program swasembada beras dilaksanakan melalui Program Kesejahteraan
Kasimo dengan didirikannya Yayasan Bahan Makanan (BAMA) dan berganti Yayasan
Urusan Bahan Makanan (YUBM) pada 1953-1956.
Mengenai
diversifikasi tanaman pangan itu pun sudah dipikirkan di era Soekarno. Program
swasembada beras paska 1956 tetap dilanjutkan melalui program sentra padi yang
diatur oleh Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP). Pada 1963, Soekarno memasukkan
jagung sebagai bahan pangan pengganti selain beras, dan pada 1964 menerapkan
Panca Usaha Tani. Hal ini menyesuaikan dengan kultur bercocok tanam dari petani
yang biasanya memvariasikan antara tanaman padi dan jagung. Institusi pendukung
di bidang pertanian maupun sub-sub sektor pertanian lebih banyak ditopang oleh
kelembagaan inti yang dulunya pernah digunakan oleh pemerintahan Hindia
Belanda. Bedanya, orientasi pemerintahan republik bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, lalu orientasi untuk ekspor.
Tidak
seperti sekarang yang sudah memiliki sumber daya manusia dan infrastruktur yang
lebih baik, pembangunan di sektor pertanian di era Soekarno menemui jauh lebih
banyak kesulitan dan tantangannya di dalam negeri. Tingkat ketergantungan
terhadap jenis tanaman beras masih tergolong tinggi. Sekalipun demikian,
Indonesia di masa itu belum pernah tercatat mengalami krisis pangan yang
menyebabkan kasus kelaparan seperti yang pernah dialami oleh India dan China.
Dalam beberapa periode, harga kebutuhan pokok sempat mengalami lonjakan harga
yang cukup tinggi. Tetapi lonjakan harga tersebut tidak banyak berimbas di
wilayah pedesaan yang relatif masih menerapkan pola diversifikasi bahan
makanan. Pola kebijakan pertanian di masa Soekarno memang lebih menitikberatkan
pada jenis tanaman lokal sebagai komoditi utama. Misalnya seperti jenis sagu di
Maluku dan Papua
atau nasi jagung di Sulawesi.
Untuk
pertama kalinya, pemerintahan republik membentuk badan penyangga pangan yang
disebut Badan Urusan Logistik atau Bulog pada tanggal 14 Mei 1967. Tugas pokok
dari Bulog adalah berfungsi sebagai agen pembeli beras tunggal. Berdirinya
Bulog sejak awal diproyeksikan untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia melalui
dua mekanisme yakni stabilisasi harga beras dan pengadaan bulanan untuk PNS dan
militer. Pada prinsipnya, Bulog nantinya akan menjadi lumbung nasional yang
tugas utamanya untuk menjaga pasokan (supply) komoditi pangan dan menjaga
stabilitas harga tanaman pangan utama.
B. Kebijakan-Kebijakan
Pertanian Pada Masa Orde Lama
Masa Pemerintahan
Indonesia Orde lama berjalan sekitar 23 tahun yaitu dari tahun 1945-1968
dibawah kepemimpinan sang proklamator Presiden Sukarno. Penyebutan "Orde
Lama" merupakan istilah yang diciptakan dibawah rezim Suharto yaitu masa
Orde Baru. Di
era orde lama, yakni ketika pemerintahan yang sah baru saja dibentuk dan bangsa
Indonesia masih mengalami problem belajar berdemokrasi, Pertanian di masa itu
praktis mengalami masa sulit seiring dengan ketidakstabilan situasi politik
yang masih euforia pasca 350 tahun masa kolonialis dengan sistem tanam paksa
dan 3,5 tahun kerja rodi.
Di
era serba terjepit, para pemimpin negeri ini berkali-kali mencoba mengembangkan
formula untuk menyelamatkan pertanian. Program yang dibuat antara lain:
1.
Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Pada masa perjuangan itu terasa sekali rakyat kekurangan
pangan, terutama juga karena sebagian wilayah republik memang terdiri dari
daerah minus, keadaan ini kemudian menjadi semakin sulit lagi dengan
mengalirnya ratusan ribu pengungsi dari daerah-daerah yang diserbu oleh pasukan
belanda, kasimo sebagai Manteri Muda kesemakmuran mau tidak mau harus
memikirkan masalah sandang dan pangan ini.
Maka ketika itu lahirlah kasimo plan, rencana kasimo ini
adalah semacam rencana produksi tiga tahun (1948-1950) yang sederhana, yang
terutama dimaksudkan untuk menaggulangi keadaan darurat pada waktu itu. Ketika
itu memnag hubungan dengan dunia luar terputus sama sekali, dan masalah pokok
yang dihadapi adalah masalah pangan, maka yang menjadi pokok yang dihadapi
adalah masalah pangan, maka dari itu yang menjadi pokok perhatian dan rencana ini
adalah bagaimana dapat melakukan swasembada dibidang pangan. Jadi, jauh sebelum
orang lain berbicara soal swasembada pangan, kasimo sebenarnya sudah
melaksanakan pada zaman republik.
Pelaksanaan usaha swasembada pangan ini dilakukan melalui
usaha intensifikasi dengan menggunakan bibit unggul, atau melalui usaha
ekstensifikasi didaerah-daerah yang masih banyak tanah kosongnya. Maka dari itu
isi dari rencana kasimo plan adalah sebagai berikut:
·
Menanami
tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 HA
·
Melakukan
intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul
·
Pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang
berperan penting bagi produksi pangan.
·
Di
setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit (I.J Kasimo menyarankan penanaman jagung dan ketela guna
menanggulangi masalah kekurangan pangan yang sangat mendesak pada waktu itu).
·
Transmigrasi
bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu
10-15 tahun
Soal produksi sandang juga mendapat perhatian, akan
tetapi karena pada waktu itu keadaannya sulit , maka untuk tahap permulaan hanya
ditentukan agar 10% dari kebutuhan sandang dapat dipenuhi sendiri. Misalnya
dengan menanam kapas, menenun dan membatik. Begitu pula jika ada daerah
terbatas yang ingin membangun industri, maka dari itu harus di utamakan dahulu
industri sandang, industri alat-alat pertanian juga mendapat prioritas.
Rencana produksi “kasimo plan” ini hanya ditentukan untuk jangka waktu tiga
tahun karena keadaan pada waktu itu tidak menentu. Dalam satu tulisan yang
berjudul “Makanan dan Pakaian” di Mimbar Indonesia, nomor kemerdekaan, 17
agustus 1948, Kasimo menulis:
Arti soal makanan dan pakaian ditanah indonesia terasa
betul-betul sejak waktu pendudukan jepang. Pentingnya soal makanan agaknya bagi
siapapun sudah terang. Cukupnya makanan adalah satu kepentingan besar bagi
tiap-tiap negara. Sebaliknya kurangnya makanan dapat membawa bencana hebat.
Misalnnya banyak kematian masyarakat atau kekalahan dalam perang bagi negara
yang bersangkutan sebagaimana mudah dapat dibuktikan dari sejarah. Bagi
indonesia, soal makanan itu terutama dijawa/madura padatnya penduduk
dipulau-pulau tersebut dan sempitnya tanah guna pertanian yang menghasilkan
bahan makanan. Dari seluruh tanah jawa/madura (yakni 13.217.400 hektar)
sekarang dipergunakan untuk tanah pertanian rakyat adalah bulatnya 63%, sebagai tanah pertanian onderneming
(perkebunan) 7%, hutan rimba 23%, sedangkan kelebihannya yaitu lebih kurang 8%
berupa tanah untuk kota-kota, jalan lalu lintas, tempat-tempat pengembalaan
hewan, kuburan-kuburan, jalan sungai-sungai, telaga-telaga serta puncak
gungung-gunung. Menurut data statistik antara tahun 1921-1940, ada kenaikan
produksi bahan makanan , naiknya hasil rata-rata setiap 1 hektar itu dalam
waktu tertentu dapat dicapai dengan rupa-rupa usaha, misalnya
pengairan(irigasi), penelitian dan penenrangan yang berakibat pemakaian
jenis-jenis yang bagus (hoogwaerdige varietenten), perbaikan dalam cara
mengerjakan tanah dan memelihara tanaman, kemajuan tentang pemakian pupuk dan
sebagainya.
2.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Undang-Undang
Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agararia) merupakan Undang-Undang yang
pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak Menguasai Negara3. Perumusan pasal 33
dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Inilah dasar konstitusional pembentukan dan perumusan Undang-Undang Pokok
Agraria (Undang-Undang Pokok Agararia). Dua hal pokok dari pasal ini adalah
sejak awal telah diterima bahwa Negara ikut campur untuk mengatur sumber daya
alam sebagai alat produksi, dan pengaturan tersebut adalah dalam rangka untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penghubungan keduanya bersifat saling berkait
sehingga penerapan yang satu tidak mengabaikan yang lain.
Dengan mulai berlakunya UUPA terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama
hukum dibidang pertanahan (Hukum Agraria). Perubahan tersebut bersifat mendasar
atau fundamental karena berubahnya struktur perangkat hukum, konsepsi yang
mendasari dan isinya dinyatakan UUPA harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi
pula keperluannya menurut permintaan zaman
Sebelum UUPA berlaku bersamaan
berbagai perangkat hukum agraria. Ada yg bersumber pada Hukum adat (konsepsi
komunalistik religius), Hukum Perdata barat (konsepsi individualistik-liberal),
dan Bekas pemerintahan Swapraja (konsepsi Feodal). Hukum agraria tersebut diatas hampir seluruhnya terdiri atas
peraturan perundang-undangan yg memberikan landasan hukum bagi pemerintah jajahan
dalam melaksanakan politik agrarianya, Agrarische
Wet 1870
Dalam hukum agraria UUPA dimuat tujuan, konsepsi, asas-asas,
lembaga-lembaga hukum dan garis-garis besar ketentuan pokok Hukum Agraria Nasional. Tujuan UUPA
adalah akan mewujudkan apa yang digariskan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,
bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang penguasaannya
ditugaskan kepada negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur tunggal, berdasarkan atas
Hukum Adat tentang tanah, sebagai hukum aslinya sebagian terbesar rakyat
Indonesia.
Dalam
Penjelasan Umumnya, dinyatakan tujuan
diberlakukannya UUPA adalah:
·
Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat
untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani,
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;
·
Meletakkan
dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
·
Meletakkan
dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya.
Hal
penting lainnya adalah bahwa Undang-Undang Pokok Agararia sebenarnya tidak
lepas dari konteks landreform yang menjadi agenda pokok pembentukan struktur
agraria saat itu. Paket peraturan perundang-undangan landreform ini telah
dimulai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil
yang dikeluarkan untuk mengawasi adat tentang praktek bagi hasil. Ini bertujuan
menegakkan keadilan dalam hubungan pemilik tanah yang tidak dapat mengerjakan
tanahnya sendiri, dengan penggarap. Perlindungan ini terutama ditujukan kepada
penggarap yang umumnya secara ekonomis lebih lemah sekaligus memacunya untuk
menambah produksi. Demikian juga Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang
redistribusi tanah pertanian.
Sayangnya
pemerintahan Orde Lama tidak berlangsung lama, kebijakan distribusi tanah
secara adil menurut UU Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan landreform
kandas di jaman Orde Baru. Maka, Agrarische Wet yang menjadi dasar bagi Hak
Guna Usaha (HGU) para pemodal dan partikelir untuk memeras tanah dan petani
kecil terus berlangsung.
3. UU No.
22/1948 Tentang Otonomi Desa
Untuk
mengatur pemerintahan pasca 17 Agustus 1945, Badan pekerja Komite Nasional
Pusat mengeluarkan pengumuman No. 2. yang kemudian ditetapkan menjadi UU No.
1/1945. UU ini mengatur kedudukan Desa dan kekuasaan komite nasional daerah,
sebagai badan legislatif yang dipimpin oleh seorang Kepala Daerah. Menurut
Prof. Koentjoro Perbopranoto, undang-undang ini dapat dianggap sebagai
peraturan desentralisasi yang pertama di Republik Indonesia. Di dalamnya
terlihat bahwa letak otonomi terbawah bukanlah kecamatan melainkan Desa, sebagai
kesatuan masyarakat yang berhak mengatur rumah tangga pemerintahannya sendiri.
Desentralisasi itu hanya sempat dilakukan sampai pada daerah tingkat II.
Memperhatikan
isinya yang terlalu sederhana, Undang-undang No. 1/1945 ini dianggap kurang memuaskan. Maka dirasa
perlu membuat undang-undang baru yang lebh sesuai dengan pasal 18 UUD 1945.
Pada saat itu pemerintah menunjuk R.P. Suroso sebagai ketua panitia. Setelah
melalui berbagai perundingan, RUU ini akirnya disetujui BP KNIP, yang pada tanggal 10 Juli 1948 lahir UU No.
22/1948 Tentang Pemerintahan Daerah. Bab 2 pasal 3 angka 1 UU No. 22/1948
menegaskan bahwa daerah yang dapat mengatur rumah tangganya sendiri dapat
dibedakan dalam dua jenis, yaitu daerah otonomi biasa dan daerah otonomi
istimewa. Daerah-daerah ini dibagi atas tiga tingkatan, yaitu Propinsi
Kabupaten/kota besar, Desa/kota kecil. Sebuah skema tentang pembagian
daerah-daerah dalam 3 tingkatan itu menjadi lampiran undang-undang. Daerah
istimewa adalah daerah yang mempunyai hak asal-usul yang di zaman sebelum RI
mempunyai pemerintahan yang bersifat istimewa. UU No. 22/1948 menegaskan pula
bahwa bentuk dan susunan serta wewenang dan tugas pemerintah Desa sebagai suatu
daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri.
4.UU No. 19
Tahun 1965 Tentang Desapraja
Pada tanggal
1 September 1965, DPRGR menetapkannya masing-masing menjadi UU No. 18/1965
Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan UU No. 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja.
Berdasarkan
pasal 1 UU No. 19/1965, yang dimaksud dengan desapraja adalah kesatuan
masyarakat hukum yang tertentu
batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih
penguasanya, dan mempunyai harta bendanya sendiri. Dalam penjelasan dinyatakan
bahwa kesatuan-kesatuan yang tercakup dalam penjelasan UUD 1945 pasal 18, Volksgemeenschappen
seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya, yang bukan bekas swapraja adalah desapraja menurut
undang-undang ini. Dengan demikian, persekutuan-persekutuan masyarakat hukum
yang berada dalam (bekas) daerah swapraja tidak berhak atas status sebagai
desapraja.
Istilah yang
digunakan adalah dengan memggunakan nama desapraja, UU No.19 /1965 memberikan
istilah baru dengan satu nama seragam untuk menyebut keseluruhan kesatuan
masyarakat hukum yang termasuk dalam penjelasan UUD 1945 pasal 18, padahal
kesatuan masyarakat hukum di berbagai wilayah Indonesia mempunyai nama asli
yang beragam. UU No.19/1965 juga memberikan dasar dan isi desapraja secara
hukum yang berarti kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas
daerahnya dan berhak mengurus rumahtangganya sendiri, memilih penguasanya, dan
memiliki harta benda sendiri.
Menyitir
dalam penjelasan umum tentang desapraja itu terdapat keterangan yang menyatakan
bahwa UU No. 19/1965 tidak membentuk baru desapraja, melainkan mengakui
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang telah ada di seluruh Indonesia dengan
berbagai macam nama menjadi desapraja. Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum lain
yang tidak bersifat teritorial dan belum mengenal otonomi seperti yang terdapat
di berbagai wilayah daerah administratif tidak dijadikan desapraja, melainkan
dapat langsung dijadikan sebagai unit administratif dari daerah tingkat III.
Penjelasan juga menyatakan bahwa desapraja bukan merupakan satu tujuan
tersendiri, melainkan hanya sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat
terwujudnya daerah tingkat III dalam rangka UU No.18/1965 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan daerah. Suatu saat bila tiba waktunya semua desapraja harus
ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat III dengan atau tanpa penggabungan lebih
dahulu mengingat besar kecilnya desapraja yang bersangkutan.
Adapun alat-alat
perlengkapan desapraja menurut UU No. 19/1965 adalah:
·
kepala Desa
dipilih langsung oleh penduduk,
·
kepala
desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumah tangga desapraja dan sebagai
alat pemerintah pusat,
·
kepala
desapraja mengambil tindakan dan keputusan-keputusan penting setelah memperoleh
persetujuan badan musyawarah desapraja,
·
kepala
desapraja tidak diberhentikan karena suatu keputusan musyawarah,
·
kepala
desapraja menjadi ketua badan musyawarah Desapraja.
Sedangkan
anggota badan musyawarah desapraja dipilih menurut peraturan yang ditetapkan
oleh peraturan daerah tingkat I. Kemudian dengan
keluarnya UU No.19/1965 warisan kolonial yang sekian lama berlaku di negara RI,
seperti IGO dan IGOB serta semua peraturan-peraturan pelaksanaannya tidak
berlaku lagi. Tetapi, UU No.19/1965 tidak sempat pula dilaksanakan dibanyak
daerah. Pelaksanaannya ditunda, tepatnya dibekukan, atas dasar pemberlakuan UU
No.6 /1969, yaitu undang-undang dan peraturan pemerintah Pengganti
Undang-undang 1965, meski dinyatakan juga bahwa pelaksanaanya efektif setelah
adanya undang-undang baru yang menggantikannya. Namun, anehnya, UU No.19/1965
sendiri sebenarnya sudah terlebih dahulu ditangguhkan melalui intruksi Menteri
Dalam Negeri No.29/1966. Karena itu, sejak UU No.18/1965 dan UU No.19/1965
berlaku, praktis apa yang dimaksudkan dengan daerah tingkat III dan Desapraja
itu tidak terwujud. Secara informal pemerintahan Desa kembali diatur
berdasarkan IGO dan IGOB.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah Indonesia
langsung berkonsentrasi untuk membangun sektor pertanian di segala bidang.
Melalui Kementrian Kemakmuran Rakyat yang dipimpin oleh Menteri Mr. Sjafruddin
Prawiranegara dibentuklah Jawatan Perikanan yang mengurusi kegiatan-kegiatan
perikanan darat dan laut. Program swasembada beras sesungguhnya pula sudah
dicanangkan di era Soekarno, tepatnya selama periode 1952-1956. Program
swasembada beras dilaksanakan melalui Program Kesejahteraan Kasimo dengan
didirikannya Yayasan Bahan Makanan (BAMA) dan berganti Yayasan Urusan Bahan
Makanan (YUBM) pada 1953-1956.
Kebijakan pertanian pada masa orde lama ada dua yaitu
kasimo plan dan Undang-undang pokok agraria.
Pada masa
perjuangan itu terasa sekali rakyat kekurangan pangan, terutama juga karena
sebagian wilayah republik memang terdiri dari daerah minus, keadaan ini
kemudian menjadi semakin sulit lagi dengan mengalirnya ratusan ribu pengungsi
dari daerah-daerah yang diserbu oleh pasukan belanda, kasimo sebagai Manteri
Muda kesemakmuran mau tidak mau harus memikirkan masalah sandang dan pangan
ini. Maka ketika itu lahirlah kasimo plan, rencana kasimo ini adalah semacam
rencana produksi tiga tahun (1948-1950) yang sederhana,
kasimo plan berisi hal-hal sebagai berikut. Menanami tanah kosong
(tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 HA,Melakukan
intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul, Pencegahan penyembelihan
hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan,Di setiap desa dibentuk
kebun-kebun bibit (I.J Kasimo menyarankan penanaman jagung dan ketela guna
menanggulangi masalah kekurangan pangan yang sangat mendesak pada waktu itu),Transmigrasi bagi 20
juta penduduk Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun
Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok
Agararia) merupakan Undang-Undang yang pertama kalinya memperkenalkan konsep
Hak Menguasai Negara3. Perumusan pasal 33 dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
UU No.
22/1948 menegaskan bahwa bentuk dan susunan serta wewenang dan tugas pemerintah
Desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus
pemerintahannya sendiri. Sedangkan UU No.19
/1965 memberikan istilah baru dengan satu nama seragam untuk menyebut
keseluruhan kesatuan masyarakat hukum yang termasuk dalam penjelasan UUD 1945
pasal 18, padahal kesatuan masyarakat hukum di berbagai wilayah Indonesia
mempunyai nama asli yang beragam. UU No.19/1965 juga memberikan dasar dan isi desapraja
secara hukum yang berarti kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas
daerahnya dan berhak mengurus rumahtangganya sendiri, memilih penguasanya, dan
memiliki harta benda sendiri.
Daftar Pustaka
http://www.academia.edu/2359210/Permasalahan_Yang_Mendasari_Gerakan_Tani_di_Indonesia_Era_Orde_Lama. Diunduh pada hari sabtu, 21 Mei 2016 pukul 21.00
http://m.kompasiana.com/mas_bedjo/peranan-undang-undang-pokok-agraria-bagi-masyarakat-indonesia-yang-bersifat-agraris. Diunduh pada hari sabtu,
21 Mei 2016 pukul 21.00
https://books,google.co.id/politik-bermatabat-I.JKasimo .Diunduh
pada hari sabtu, 21 Mei 2016 pukul 21.00
http://khafidsociality.blogspot.co.id/2012/01/sejarah-undang-undang-pokok-agraria.html?m=1. Diunduh pada hari sabtu,
21 Mei 2016 pukul 21.00
2014. Sejarah Hukum Pengaturan Pemerintah.
http://rajawaligarudapancasila.blogspot.co.id/2014/01/sejarah-hukum-pengaturan-pemerintahan.html.Diunduh pada hari
Sabtu, 26 Maret 2016 pukul 20.00 WIB.
No comments:
Post a Comment