1.
Masa kolonial Belanda
Pada dasarnya gerakan Islam
bertujuan kepada tegaknya agama Islam di muka bumi agar kedamaian dan
kesejahteraan bagi umat Islam terwujud. Banyak ideologi atau paham yamng
melandasi gerakan ini. Ada yang bersifat fillah dan sabilillah.
Fillah adalah gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang didasari oleh
ilmu. Sedangkan sabilillah adalah gerakan dengan sifat kearah peperangan. Semua
gerakan ini bertujuan sama akan tetapi gerakan ini harus melihat kapan waktu yang
tepat un tuk menggunakan cara
fillah dan fisabilillah.
Yang terpenting dalam sebuah gerakan
Islam adalah gerakan yang di dalamnya semua Muslim bersatu hati dan pikirannya
yang dilandasi dengan sikap wala wal bara. Karena sebuah gerakan
Islam tanpa barisan yang kuat akan mudah dihancurkan dengan gerakan musuh Islam
yang memiliki barisan yang rapi. Oleh karena itu mari perlu adanya menyatukan
pola pikir yang islami dan langkah dakwah Islam yang sesuai dengan metode
Rasulullah SAW.
Hadirnya Islam merupakan bukti autentik sebuah revolusi yang selama
berabad-abad telah berperan sangat signifikan dalam panggung sejarah umat
manusia. Tidak diragukan lagi, Islam telah menjadi penanda perubahan, bukan
hanya dalam bidang teologi, tetapi juga di bidang sosial dan ekonomi. Sistem
teologi Islam –dari sisi normatifnya – telah membentuk sikap mental muslim yang
senantiasa concern terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan dan keadilan, dan
inilah modal utama dalam membangun peradaban yang unggul dan utama.
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau
politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang
dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi
memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat
Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh
dari Al Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain
itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh
lagi oleh orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh
masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang
pemimpin-pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat
organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam
merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun
1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi
wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih
bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut
organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Awal abad ke-20 ditandai lahirnya gerakan-gerakan Islam yang monumental.
Gerakan Islam tersebut telah mengukir tinta emas baik untuk kebangkitan Islam
maupun pergerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia, yang kemudian dikenal
dengan organisasi kemasyarakatan Islam.
Organisasi kemasyarakatan Islam atau sering disebut Ormas Islam sungguh
merupakan pilar penting dan strategis di negeri tercinta ini. Lebih-lebih bagi
Ormas Islam tertua yang telah menyertai perjalanan sejarah bangsa ini. Sebutlah
Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain
yang telah berdiri jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Kiprah gerakan Islam
tersebut kendati berbeda orientasi dan aktivitasnya sangatlah nyata. dan secara
monumental telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan umat dan bangsa
tercinta ini.
2.
Masa pendudukan Jepang
Kemunduran progersif yang dialami
partai-partai Islam seakan mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang dating
menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan, Islam
dan nasionalis “sekuler”, ketimbang pimpinan tardisional (maksudnya raja dan
bangsawan lama). Jepang berpendapat, organisasi-organisasi Islamlah yang
sebenarnya mempunya massa yang patuh dan hanya dengan pendekatan agama,
penduduk Indonesia ini dapat dimobilisasi. Oleh karena itu kalau
organisasi-organisasi non-keagamaan dibubarkan, organisasi-organisasi besar
Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan kemudian Persyariktan Ulama (Majalengka),
juga Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang kemudian di lanjutkan dengan
Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) diperkenankan kembali meneruskan
kegiatannya. Permohonan Masyumi juga diterima pemerintah pendudukan Jepang
untuk mendirikan barisan Hizbullah, se buah wadah kemiliteran bagi para santri.
Bahkan, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) juga didominasi oleh golongan santri.
Bagi golongan nasionalis dibentuk lembaga-lembaga baru, seperti Gerakan
Tiga A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang
hanya berumur beberapa bulan sejak Mei 1942 dan Poesat Tenaga Rakjat (Poetra)
yang didirikan bulan Maret 1943. Usaha pembangunan Poetra baru dimulai pada
bulan April 1943. sebagai pemimpin tertingginya adalah Soekarno yang di Bantu
oleh Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Mas Mansur. Mereka dikenal
sebagai empat serangkai pemimpin bangsa. Dari empat serangkai itu, tercermin
bahwa tokoh nasionalis secular lebih dominant dalam gerakan kebangsaan daripada
golongan Islam.
Jepang kemudian menjajikan
kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat Gunseikan no.23/29 April 1
945, tentang pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang kalangan islam
mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan BPUPKI didominasi oleh
golongan nasionalis “secular”, yang ketika itu lazim disebut golongan
kebangsaan. Di dalam badan inilah, Soekarno mencetuskan ide Pancasilanya.
Meskipun, di dalam rumusan Pancasila itu terdapat prinsip ketuhanan, tetapi
Negara pasa dasarnya dipisahkan dari agama.
Organisasi
Politik dan Organisasi Sosial Islam dalam Suasana Indonesia Merdeka
1. Masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Moh. Hatta
dalam sidang PPKI setelah kemerdekaan berhasil dengan mudah menyakinkan anggota
bahwa hanya suatu konstitusi “sekular” yang mempunyai peluang untuk diterima
oleh mayoritas rakyat Indonesia. Tujuh kata dalam anak kalimat yang tercantum
dalam sila Pertama Pancasila dengan segala konsekuensinya dihapuskan dari
konstitusi.
Keputusan
tentang penghapusan tujuh kata-kata dari Piagam Jakarta itu sama sekali tidak
mengakhiri konflik ideologi yang telah berlangsung lama pada masa sebelum
kemerdekaan. Para nasonialis Islam harus menerima kenyataan itu, Karena mereka
menyadari bahwa masa revolusi bukanlah saat yang tepat untuk mendesak terlaksananya
cita-cita Islami mereka.
Dalam
masa-masa revolusi, konflik ideologi tidak begitu jelas, tetapi dapat dirasakan
dan disaksikan melalui pergantian-pergantian kabinet yang silih berganti. Dan
dari tiga kekuatan ideologi itu, muncullah tiga alternative dasar Negara :
Islam, Pancasila, dan Sosial Ekonomi. Tetapi, dalam perjalanan sidang-sidang
Konstituante itu, perdebatan ideologis mengenai dasar Negara terkristal menjadi
Islam dan Pancasila.
Usaha
partai-partai Islam untuk menegakkan Islam sebagai ideologi negara di dalam
konstituante mengalami jalan buntu. Demikian juga dengan Pancasila, yang oleh
umat Islam waktu itu, dipandang sebagai milik kaum “anti-Muslim”,
setidak-tidaknya di dalam konstituante. Memang, kesempatan untuk menyelesaikan
tugas konstituante masih terluang, namun pekerjaannya diakhiri dengan Dekrit
Presiden 1959, konstituante dinyatakan bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku
kembali.
2. Masa Demokrasi Terpimpin
Di masa
Demokrasi Terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya Nasakom,
suatu pemikiran yang ingin menyatukan nasionalis, “sekular”, Islam, dan
komunis. Akan tetapi, idenya itu dilaksanakan dengan caranya sendiri. Pancasila
pun ditafsirkan sesuai dengan pemikirannya. Masa ini, karena lebih didominasi
oleh PKI, memendam ketegangan antara Islam dan komunisme. Masa Demokrasi
Terpimpin itu berakhir dengan gagalnya Gerakan 30 September PKI Tahun 1965.
Umat Islam bersama ABRI dan golongan lainnya bekerjasama menumpas gerakan itu.
3. Masa Orde Baru
Setelah Orde
Lama hancur, kepemimpinan Indonesia berada di tangan Orde Baru. Tumbangnya Orde
Lama memberikan harapan-harapan baru kepada kaum Muslimin. Namun, kekecewaan
pun muncul dalam diri umat Islam. Mereka merasa, meskipun komunis telah
tumbang, kenyataan berkembang tidak seperti yang diharapkan. Rehabilitasi
Masyumi, partai Islam berpengaruh yang dibubarkan Soekarno, tidak
diperkenankan. Bahkan, tokoh-tokohnya juga tidak diizinkan aktif dalam Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi) yang didirikan kemudian.
Orde Baru memang sejak semula mencanangkan pembaruan sistem politik. Pada
tanggal 26 November 1966, ditetapkan RUU kepartaian, RUU pemilu, dan RUU
Susunan MPR, DPR, dan DPRD. Yang kedua dan ketiga ditetapkan 22 November 1969.
Pada 9 Maret 1970, fraksi-fraksi parpol di DPR dikelompokkan. Pada tanggal 5
Februari 1973, Parpol difusikan ke dalam PPP dan PDI . Pada 14 Agustus 1975 RUU
kepartaian dipisahkan. Penataan kehidupan kepartaian berikutnya adalah
penetapan asas tunggal, Pancasila, untuk semua Parpol, tidak ada lagi ideologi Islam,
jadi tidak ada lagi partai Islam.
4. Kebangkitan Islam di Masa Orde Baru
Sejak dekade
1970-an, banyak bermunculan intelektual muda Muslim, melontarkan ide-ide segar
untuk masa depan umat. Kebanyakan mereka adalah intelektual Muslim
berpendidikan “umum” dan merupakan buah dari kegiatan-kegiatan
organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah
(IMM).
Disamping
itu pula, Departemen Agama yang dibentuk sebagai konsesi bagi umat Islam juga
banyak dalam membentuk dan mendorong kebangkitan Islam tersebut. Empat belas
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induk dengan sekian banyak cabangnya sangat
berjasa menyiapkan guru-guru agama, pendakwah dan mubalig dalam kuantitas
besar. Demikian juga dengan kebijaksanaan pemerintah mendirikan Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Dengan asas tunggal, memang wadah politik umat Islam hilang.
Islam nampaknya menarik diri dari dunia politik. Namun, dengan pembaharuan
politik bangsa ini, umat Islam terlepas dari ikatan yang sempit menuju dunia
yang lebih luas. Perjuangan kultural adalah lahan yang sangat luas dibandingkan
dengan dunia politik saja, aspek ini merupakan pusat perhatian umat Islam di
masa lalu.
Pada waktu proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Piagam Jakarta sama sekali
tidak digunakan. Soekarno-Hatta justru membuat teks proklamasi yang lebih
singkat, karena ditulis secara tergesa-gesa. Perlu diketahui, menjelang
kemerdekaan, setelah Jepang tidak dapat menghindari kekalahan dari tentara
sekutu, BPUPKI ditingkat menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Berbeda dengan BPUPKI yang khusus untuk pulau Jawa, PPKI merupakan
perwakilan dareah seluruh kepualan di Indonesia. Perubahana itu menyebabkan
banyak anggota BPUPKI yang tidak muncul lagi, termasuk beberapa orang anggota
Panitia Sembilan. Persentase Nasionalis Islam pun merosot tajam.
Islam mulai memasuki wilayah politik indonesia sejakpertama kali negara
indonesia mengadakan pemilihan umum(pemilu). Dengan cara membuat suatu
wadah, yaitu mendirikan partai politik.
Pada waktu itu partai yang berasaskan islam yaituada dua pertama, Partai Masyumi dan Partai NU. Melalui wadah ini
umat islam memainkan perannya sebagai seorang politikus yang
ingin menanamkan nilai-nilai islam.
NN. 2012. Sejarah
Perdaban Islam di Indonesia.
http://zubada.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-peradaban-islam-di-indonesia.html. diunduh
pada 18 Maret 2016.
Anggraini
Lisa. 2015. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia.
http://suzyanggrainisiwon.blogspot.co.id/2015/02/sejarah-peradaban-islam-di-indonesia.html.
diunduh pada 18 Maret 2016.
No comments:
Post a Comment